Jum’at, 15 juni 2012 tepatnya pukul
03.25 dinihari, Kami sudah meninggalkan sekertariat menuju cek poin untuk
menunggu mobil yang ingin kami tumpangi. Berjam-jam kami ditempat itu, namun
tak satu pun mobil yang ingin singgah untuk memberikan tumpangannya. Karena, di
tepat ini kami kurang beruntung. Sekitar jam 08.00 kami berpindah tempat ke
lebang (jalan poros palopo-enrekang). Di lebang kami kembali menuggu. Maklum
saja, perjalanan kami ini hanya membawa modal yang sangat minim. Jadi, kami
memilih alternative seperti ini (menumpang di mobil menganggkut barang) untuk
mengurangi ongkos perjalanan kami. Sekitar 30 menit kami menunggu, akhirnya
mobil mengangkut pupuk singgah dan memberikan tumpangan kepada kami. Ditengah
perjalanan, saya dan teman-teman yang lain sempat tertidur diatas tumpukan
pupuk. Karena semalam, kami packing hingga berlarut-larut malam. Sekitar 2 jam perjalanan,
mobil yang kami tumpangi berhenti dipasar bolu Rantepao. Dan ternyata, mobil
yang kami tumpangi ini tujuannya hanya sampai dinisi. Dengan sedikit rasa
kecewa, kami menurunkan barang bawaan kami dari mobil. Dengan kekecewaan, kami
tetap bersyukur dan berterima kasuh kepada sopir mobil. Karena, beliau mau
membantu kami untuk memberikan tumpangan secara gratis kepada kami untuk sampai
di pasar bolu Rantepao.
Dengan rauk wajah yang masih
mengantuk. Kami kembali menunggu mobil yang mau memberikan tumpangannya.
Lagi-lagi kami kurang beruntung. Sekitar sejam kami menunggu. Blum ada yang mau
memberikan tumpangannya. Bukan karena sopir disini pelit-pelit. Tetapi, memang
mobil yang kami kasih tinggal disini tidak searah dengan tujuan kami. Terpaksa
kami berjalan kaki menyusuri jalan beraspal. Ditengah perjalanan, ada mobil
angkot yang singgah di samping kami dan sopirnya pun menawarkan ke kami untuk
naik di mobilnya. Karena kami tidak mau buang-buang ongkos dengan percuma. Kami
menolak untuk naik dimobil tersebut. Tetapi sopirnya tetap ngotot, untuk
menyuruh kami naik di mobilnya dan memperkenalkan dirinya kalau beliau salah
satu anggota KPA WAYANA Rantepao. Dengan senang hati kami bergegas naik dimobil
tersebut. Walaupun hanya sampai di kota Rantepao. Tetap kami bersyukur atas
tumpangannya. Hitung-hitung irit waktu dan tenaga,,.. hehehehe
Sopir angkot tadi, (maaf kami lupa
namanya) juga memberikan petunjuk tempat persinggahan mobil menuju enrekang.
Kami pun kembali berjalan kaki sekitar 3-4 km untuk sampai ketempat yang di
maksud tadi. Ditempat itu terdapat pertigaan jalan. Jalur sebelah kiri menuju ketekesu dan sebelah kanan jalan poros
Enrekang. Sekitar pukul 13.00 kami berhenti dan menunggu mobil untuk menuju
Enrekang. Tak lama brselang mobil pick up berwarna hitam berhenti di depan kami
untuk memberikan tumpangan ke pada kami. Ditengah perjalan mobil berhenti, dan
menyuruh salah satu diantara kami untuk duduk di samping sopir. Karena saya
ditunjuk sebagai Humas dalam expedisi ini. Saya pun pindah kedepan ditemani
Rizal_expa (bagian perlengkapan). Dalam perjalanan, saya berbicara banyak
dengan sopir. Dari percakapan tadi saya baru tau ternyata beliau tinggal
dipalopo.
Pukul 14.55 wita, kami tiba di Desa
kalosi, Enrekang. Kami kembali melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Karena seharian blum makan, kami beristirahat sejenak dipinggir jalan untuk
mengisi jawa tengah. Perjalanan kami lanjutkan, sesekali kami menoleh
kebelakang.
Teman-teman pembaca
tentu tau maksud dan tujuan kami menoleh kebelakang…??
Tak lama berselang, mobil truk berhenti didepan kami. Dengan
terburu-buru, kami naik di mobil. Posisi kami blum sempurna mobil sudah bergerak
maju. Alhasil, beckpek yang di bawa Rizal_expa putus. Spritus 1,5 L juga jatuh.
Padahal itu persiapan pendakian kami. Beruntung masih ada sedikit yang
tersimpan dalam beckpek. Pukul 15.30 wita, kami tiba di Desa Cakke. Kami
kembali berjalan kaki menuju Desa Baraka. Untuk sampai didesa Baraka yang
jaraknya sekitar 30 km. kami sempat 2 kali menumpangi mobil pengangkut pasir
yang kebetulan searah dengan tujuan kami. Pukul 17.50 kami tiba di desa Baraka.
Karena hari sudah sore, kami memutuskan untuk menginap dirumah kepala desa
Latimojong yang jaraknya tak jauh dari pasar Baraka.
Keesokan
paginya, kami bersiap-siap menuju Dusun Karangan. Beruntung, kepala desa
Latimojong mengerti dengan kondisi kami. Beliau pun mencari mobil untuk kami
tumpangi menuju dusun Karangan. Pukul 09.25, kami meninggalkan rumah kepala
desa Latimojong dengan menggunakan mobil truk roda 4. Perjalanan kurang dari
satu km, mobil yang kami tumpangi langsung mengeluarkan suara yang keras
ditambah lagi asap hitam yang keluar dari knalpot. Itu menandakan jalan yang
kami lewati penuh dengan tanjakan. Pukul 11.30 mobil berhenti sejenak di Desa
Passui. Sopir dan penumpang lainnya turun untuk membeli keperluan untuk
perjalan nantinya. Karena uang yang kami bawah hanya sedkit, jadi kami hanya
tinggal di atas mobil saja.
Mobil kembali bergerak maju. Asik-asiknya menikmati
pemandangan dari ketinggian yang masih asri. Tiba-tiba mobil yang kami tumpangi
terjebak dalam lumpur.
Kami dan penumpang lainnya pun turun dan membantu sopir untuk melewati kubangan lumpur yang banyak dijumpai dalam perjalan kami ini. Setelah melewati jalan yang penuh dengan adrenalin. Akhirnya kami tiba di Rante lemo pada pukul 12.57 waktu setempat.
Kami dan penumpang lainnya pun turun dan membantu sopir untuk melewati kubangan lumpur yang banyak dijumpai dalam perjalan kami ini. Setelah melewati jalan yang penuh dengan adrenalin. Akhirnya kami tiba di Rante lemo pada pukul 12.57 waktu setempat.
Biaya ongkos mobil dari desa Baraka menuju Rante lemo Rp 25
rb/org. disini saya sempat negosiasi dengan sopir mobil. Alhasil kami hanya
dikenakan biaya Rp 20 rb/org.
Perjalanan
belum berakhir sampai disini. Untuk tiba di pos 0 tepatnya di Dusun Karangan.
Kami kembali harus menempuh jalan yang kurang dari 3 km dan penuh dengan
tanjakan yang terjal. Sebenarnya, jalan ini biasa dilalui mobil pada musim
kemarau saja. Namun pada saat itu, musim hujan. jadi kami harus berjalan kaki
untuk menuju dusun Karangan. Ditengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk
mengisi jawa tengah dan mengambil gambar disekitar tempat itu. Tak lama
berselang, lewatlah seorang pria yang berjalan kaki menggunakan jas hujan
berwarna hijau bersama kudanya yang membawa hasil kebunnya untuk dibawa ke
Rante lemo. Pria itu sempat singgah sejenaknya dan menyapa kami. Beliau juga
menawarkan kami untuk menginap dirumahnya. Karena kami ingin cepat-cepat tiba
didusun karangan, kami pun membalas tawarannya dengan ucapan terima kasih saja.
Kami kembali melanjutkan perjalanan, pukul 03.21 kami tiba di pos 0 dusun
Karangan. Dan mencari rumah kepala dusun karangan yang biasa dijadikan Base
Camp oleh pendaki yang ingin kepuncak tertinggi Latimojong.
Setiba dirumah kepala dusun Karangan, ternyata yang
bersangkutan tidak dirumah. Kami hanya menemui anaknya. Ditengah percakapan
kami dengan anak dari kepala dusun Karangan tersebut. Dari situ, baru kami
ketahui, ternyata pria yang kami temui tadi adalah kepala dusun Karangan.
Luapan tawa pun tak terhindarkan dari kami.
Dirumah inilah kami menginap sebelum melanjutkan perjalanan
kami menuju ke puncak Latimojong. Selesai makan malam, teman-teman tidur lebih
awal. Karena kelelahan seharian menempuh perjalan yang banyak menguras tenaga.
Sebenarnya, saya juga merasakan demikian. Tetapi saya, tidak mau melewatkan
waktu yang berharga ini untuk bertanya dan mencari tau tentang desa karangan.
Dari rasa ingin tau saya, ternya didesa ini, memanfaatkan tenaga air untuk
diubah menjadi tenaga listrik dengan menggunakan kincir. Yang biasa disebut
kincir air. Kincir air ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat.
Dari swadaya tersebut mampu menerangi sekitar ± 100 KK, tempat ibadah dan
sekolahan yang ada disekitar dusun Karangan.
lihat foto lainnya dalam expedisi puncak Rante Mario (G. Latimojong) disini
lihat foto lainnya dalam expedisi puncak Rante Mario (G. Latimojong) disini
0 komentar:
Posting Komentar